Ya ALLAH bukan aku tidak mensyukuri rasa cinta yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, tapi aku hanya takut untuk menempatkannya di tempat yang salah. Aku takut untuk memberikannya kepada orang yang tak akan menjadi pasangan hidupku nantinya. Bila aku mulai rasakan cinta, jika ini salah mohon dengan sangat sadarkanlah aku ya ALLAH, sadarkanlah.
Sejak hati ini mulai mencinta, kedewasaan hati itu yang kurasa telah kualami. Bukan cinta dunia, bukan teman hidup di dunia lagi yang kurasa kubutuhkan tetapi aku ingin hanya mencurahkan cintaku kepada teman dunia akhiratku. Jika itu bukan dirinya, mohon sadarkanlah aku ya ALLAH. Jangan hilangkan dirinya sebagai saudara di dunia, tapi mohon hilangkanlah perasaan mencintainya seperti kekasih. Gantilah cinta ini menjadi cinta kepada saudara.
Aamiin.
Selasa, 12 April 2011
Minggu, 10 April 2011
Jangan Cepat Putus Asa dalam Menghadapi Hidup Ini
Dongengnya
diaNDra Windita
di
8:35:00 PM
“Jangan cepat putus asa dalam menghadapi hidup ini, hadapilah dengan keyakinan dan penuh percaya diri, suatu saat nanti pasti kan datang bahagia menghampiri”.
Untuk seseorang yang sedang dalam keadaan sedih, depresi, dan terpojokkan oleh keadaan, mungkin sebaris syair lagu tersebut terkesan seperti teori belaka. Tapi cobalah untuk menuliskan perasaan sedih itu, marah itu, kesal itu. Saat kau merasa keadaan telah lebih baik, kau hanya perlu membaca tulisanmu kembali, dan kau akan menyadari bahwa kadang ada kebenaran dalam sebuah syair lagu.
Seperti yang telah aku tuliskan beberapa bulan yang lalu :
Sebuah tulisan itu berkarakter, semacam ada ruh di dalamnya, ada emosi, ada pendirian. Dengan membacanya dan merasakan karakter, ruh, emosi, dan pendirian dalam suatu tulisan, itulah cerminan si penulis saat itu. Dan itulah cerminan diriku saat itu : marah, sepi, sedih, kesal.
Saat aku merasa keadaan telah menjadi jauh lebih baik, saat aku kembali membaca dan menelusuri emosi yang terjadi saat itu, yang terucap dari bibirku adalah ALHAMDULILLAH ya ALLAH, Engkau telah mendewasakan hati ini dengan cobaan-MU, ALHAMDULILLAH ya ALLAH, Engkau telah membuatku kuat dalam menghadapi cobaan dariMU. Apakah aku lulus atau gagal dalam ujianMU ya ALLAH, aku pun tak tahu pasti. Mungkin aku kalah oleh ego, mungkin aku kalah oleh perasaan tidak sabar, emosi. Ampuni aku ya ALLAH.
Akhir kata, ALHAMDULILLAH ya ALLAH aku telah melewatinya. Mungkin akan datang cobaan yang lebih hebat lagi dari itu, berilah hamba kekuatan untuk menghadapi segala cobaanMU ya ALLAH. Aamiin.
Untuk seseorang yang sedang dalam keadaan sedih, depresi, dan terpojokkan oleh keadaan, mungkin sebaris syair lagu tersebut terkesan seperti teori belaka. Tapi cobalah untuk menuliskan perasaan sedih itu, marah itu, kesal itu. Saat kau merasa keadaan telah lebih baik, kau hanya perlu membaca tulisanmu kembali, dan kau akan menyadari bahwa kadang ada kebenaran dalam sebuah syair lagu.
Seperti yang telah aku tuliskan beberapa bulan yang lalu :
Kenapa seolah semuanya menghakimi aku. Aku sebagai tersangka. Semua salah ada padaku. Pilu. Tangis. Airmata. Perih. Sendiri. Muak. Dan ternyata masalah itu belum selesai. Sendu itu belum berakhir. Getir itu masih akan tampak di mataku, masih akan kau lihat meski kemarin kau bilang sudah hilang. Dan teori tangis yang pertama tergulir dari mata kanan adalah tangis bahagia, malam ini sudah kupatahkan teori itu. Dan akan semakin salah jika mereka melihat mataku bengkak malam ini.
Aku memang selalu salah disini. Mencurahkan apa yang aku rasa pun hanya akan membuatku menangis tambah tak karuan. Yang berarti mataku akan tambah bengkak. Lalu apa yang boleh dan akan benar aku lakukan, semua salah. Dengan ini salah dengan itu salah, berbuat begini salah, berbuat begitu salah. Seolah tak ada satu pun yang bisa benar aku lakukan. Seolah tak ada satu pun orang yang bisa aku temui dengan benar. Menemui seseorang dengan benar, dalam artianku adalah bertemu seseorang yang akan membuat kita melakukan sesuatu “properly”. Akhir-akhir ini I messed it all. Kenapa selalu aku yang salah. Berada disini pun aku pikir suatu kesalahan. Kalau aku mau menelusur kesalahan, ah tanpa aku lakukan pun aku sudah tahu bahwa hasil akhirnya tetap aku yang salah.
Memang tak ada tempat bagiku. Tak ada. Tak satupun. Aku percaya TUHAN bersamaku, ALLAH selalu ada. Aku percaya ini semua cobaan dariNYA. Mungkin aku terlalu berlebihan menanggapinya. Apa aku tak boleh mengungkap apa yang aku rasa. Aku bercerita, aku mencurahkan, tapi itu semua puzzle. Sepotong-sepotong kepada seorang-seorang. Bahkan menceritakan semuanya kepada satu orang pun aku anggap salah. Dan sampai kapan pun hanya akan aku simpan sendiri. Sepertinya begitu.
Banyak yang ingin aku tanyakan, tetapi aku selalu merasa tidak pernah menemukan orang yang tepat dan waktu yang tepat untuk bertanya.
Apakah porsi bahagia dan porsi sedih setiap orang itu sama? Kenapa kadang terlihat satu orang memiliki porsi bahagia yang sangat banyak, dan di sisi lain seseorang memiliki lebih banyak porsi sedih?
Kalau aku menganggap aku berada disini, adalah kesalahan karena hanya akan membawaku kepada hari-hari penuh tangis, sendiri, perih, diam, tahan, dan pada saat yang bersamaan aku juga akan menyalahkan diriku jika tidak mengambil kesempatan untuk berada disini demi masa depan.
Hidup itu keras, kata mereka. Memang keras, jika kamu bersama orang-orang dan lingkungan yang keras. Aku hanya ingin melarikan diri, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan nuraniku, menyelamatkan kepekaanku, dan apa yang aku dapat? Salah pula yang aku lakukan itu. Justru hanya menambah rasa ‘keras’ itu. Hidup memang keras, semua memang harus berjuang untuk “hidup”. Dan mengapa rasanya ada orang-orang yang tidak perlu se’keras’ itu untuk menjalani hidupnya.
Apa karena ada roda, ada yang diatas, maka harus ada yang dibawah. Tapi roda ini serasa berhenti untuk waktu yang lama, bertahun-tahun. Dan aku berada dibawah, terhimpit. Terhimpit sepi, rasa salah, dan suara yang selalu berbisik dan makin lama makin terdengar sebagai teriakan SABARRR……
Kamu bilang memang kita hanya perlu sabar. Dan sekarang yang aku lakukan juga hanya sabar. Jalani jalani jalani katamu. Bahkan kamu hanya bisa menasehati, bicara saja, teori saja, meski kamu bilang “iya aku juga pernah merasa ‘susah’.” Memang hanya itu yang bisa kamu lakukan, memangnya mau apa lagi.
Semuanya seperti berputar-putar. Pusaran. Angin besar. Kencang. Dan menarikku masuk kedalamnya. Atau memang aku yang membuatnya berputar kencang. Aku di dalamya. Aku yang membuatnya berputar. Kencang. Makin kencang makin berantakan. Ingin rasanya hidup dalam dunia mimpi, tapi jika itu benar terjadi rasanya aku hanya akan hidup di dalam “nightmare”. Memang apa lagi yang lebih pantas. Aku bukan putus asa, bukan menyesal. Aku hanya bercerita, mencurahkan. Meski aku tahu kadang terdengar menyesal, kadang putus asa. Tapi asal kau tahu, selesai semua ini aku kembali memakai topeng ketegaran. “halo semua, I’m fine, thank you”.
********
Sebuah tulisan itu berkarakter, semacam ada ruh di dalamnya, ada emosi, ada pendirian. Dengan membacanya dan merasakan karakter, ruh, emosi, dan pendirian dalam suatu tulisan, itulah cerminan si penulis saat itu. Dan itulah cerminan diriku saat itu : marah, sepi, sedih, kesal.
Saat aku merasa keadaan telah menjadi jauh lebih baik, saat aku kembali membaca dan menelusuri emosi yang terjadi saat itu, yang terucap dari bibirku adalah ALHAMDULILLAH ya ALLAH, Engkau telah mendewasakan hati ini dengan cobaan-MU, ALHAMDULILLAH ya ALLAH, Engkau telah membuatku kuat dalam menghadapi cobaan dariMU. Apakah aku lulus atau gagal dalam ujianMU ya ALLAH, aku pun tak tahu pasti. Mungkin aku kalah oleh ego, mungkin aku kalah oleh perasaan tidak sabar, emosi. Ampuni aku ya ALLAH.
Akhir kata, ALHAMDULILLAH ya ALLAH aku telah melewatinya. Mungkin akan datang cobaan yang lebih hebat lagi dari itu, berilah hamba kekuatan untuk menghadapi segala cobaanMU ya ALLAH. Aamiin.
Langganan:
Postingan (Atom)