Yang aku tidak mengerti, kenapa semakin aku mengenal kamu, semakin banyak kita menghabiskan waktu bersama, semakin banyak kita saling bertukar cerita, semakin aku tidak yakin kamulah orangnya.
Bukan, bukan karena aku tidak suka dengan kepribadianmu, atau aku tidak suka berada di dekatmu, atau aku tidak suka masa lalu dan mimpi-mimpi masa depanmu. Bukan karena itu semua.
Aku hanya jadi tidak yakin. Itu saja.
Sungguh ALLAH Maha pembolak-balik hati. Bagaimana bisa aku yang sebelumnya sangat ingin meyakini perasaan di antara kita, sekarang sangat ingin melupakan bahwa aku pernah yakin rasa itu ada.
Bagaimana bisa, aku yang dulu pernah sangat memohon pada ALLAH untuk menghapuskan rasa yang waktu itu aku pikir fatamorgana, dan ternyata rasa itu menjadi semakin nyata, dan saat berubah menjadi benar-benar nyata aku tiba-tiba benar-benar sangat ingin mengingkarinya.
Bagaimana bisa, intensitas bertemu yang semakin sering membuatku justru makin ingin menjauh darimu. Logikanya, saat kita jatuh cinta, suka, kagum, atau apalah, untuk berada di dekat orang yang kita suka saja sudah merupakan kebahagiaan tersendiri. But somehow i don't really feel that. How come?
Yang aku tahu, ada beberapa orang yang bahkan rela memohon untuk berada di posisiku saat ini. Yang aku rasa, jika mereka sungguh-sungguh meminta, sepertinya aku akan mempertimbangkan untuk menukar posisiku dengan salah satu dari mereka.
Ibaratnya, seperti kita melihat piramida kaca dari kejauhan. Indah memantulkan bayangan langit, awan, bunga, manusia, taman, apapunlah yang di sekitarnya. Namun, setelah aku masuk ke dalamnya, yang notabene tidak semua orang bisa masuk, komentarku "ohh, gitu aja." Damn !! How come I feel this way >___<
Minggu, 08 Mei 2011
Minggu, 01 Mei 2011
Rumuskan Apa Yang Kau Pikirkan
Dongengnya
diaNDra Windita
di
3:52:00 PM
This is what I think about us :Pertama, aku tidak tahu pasti apa memang benar kamu anggap aku ‘istimewa’ atau ‘beda’ atau ‘lebih’ atau apalah dibandingkan teman-teman kamu yang lain. Sekilas memang terasa lebih perlakuanmu kepadaku. Tapi saat hatiku ingin mengakuinya, logikaku mengimbangi dengan pernyataan-pernyataan “Dia pasti juga gitu ke temennya, kalo mereka ada di posisi ku”. Ingin rasanya aku tanyakan ke salah satu temanmu, apakah sama perlakuanmu ke mereka dengan perlakuanmu kepadaku. Sebenarnya aku hanya takut salah mengartikan semua ini. Dilemanya, jika aku menanggapi dan membalas perhatianmu, aku belum tahu pasti apa maksud sebenarnya dari perhatianmu. Tetapi jika aku bersikap seolah tak peduli, aku takut kamu akan mundur perlahan dan menganggap tidak ada harapan dariku, itupun jika memang kamu menaruh harap padaku. Benar jika ada pernyataan “wanita itu membutuhkan kepastian.” Dirimu, tak bisa memberikan kepastian itu kepadaku. Mungkin belum. Atau mungkin memang tidak ada yang perlu untuk dipastikan.Kedua, anggaplah memang kamu menaruh harap padaku, sungguh aku pun mempunyai rasa yang sama tapi aku takut bukan kamu yang ditakdirkan akan menemani seumur hidupku dan seumur hidupmu. Memang jodoh itu di tangan Tuhan dan akan tetap di tangan Tuhan jika kita tidak berusaha menjemputnya. Begini teoriku : jadikan hubungan ini sebagai usaha menjemput jodoh, dengan niat bahwa aku ingin menjadikanmu jodohku dan kamu ingin menjadikanku jodohmu, dan bila nanti ternyata kita benar-benar tidak berjodoh itu berarti akan ada wanita yang lebih baik dariku untuk berjodoh denganmu dan akan ada lelaki yang lebih baik darimu untuk berjodoh denganku.Sementara jalan ini masih berkabut dan aku tidak mungkin berhenti dan menunggu matahari, maka aku akan berjalan perlahan dan tetap mengarah padamu, namun tetap siaga untuk sewaktu-waktu berganti arah jika memang diperlukan.
Saat kau bisa merumuskan apa yang menjadi masalahmu, tanpa sadar kau telah ikut merumuskan jalan keluarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)