Kamis, 02 Juni 2011

Diingatkan tentang apa yang dulu aku Ingatkan

Seorang teman pernah dengan semangatnya curhat sama saya, biasa tentang cinta. Saya, saat itu, dengan sok bijaknya bilang "mencintalah dengan ikhlas". Sebenarnya diantara kami berdua tidak ada yang tahu pasti bagaimana mencintai dengan ikhlas itu. Sampai-sampai saya coba cari di google, apa sih maksudnya mencintai dengan ikhlas itu? Hasilnya, tidak sempurna bisa saya rangkai dan jelaskan, tapi paling tidak cukup memberikan gambaran.

"Mencintai tanpa pamrih, cukup mencintai saja."

Mungkin kurang tepat, tapi bagi saya ya itu artinya. Waktu itu saya jelaskan kepada teman saya, "tulus, tanpa tuntutan, tanpa kata semoga". Dia, iya saja dengan apa yang saya ungkapkan.

Kondisinya, saat sesi curhat itu terjadi, saya sedang mengagumi seorang lelaki yang sepertinya tengah dekat dengan seorang wanita muslimah, cantik. Dan saya cukup berusaha untuk ikhlas, cukup mengagumi saja. Tanpa tuntutan, tanpa kata semoga. Mungkin karena saya tahu siapa wanitanya, kurang lebih seperti apa hubungan mereka. Tidak ada yang istimewa katanya.

Lama kami disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Mulai menimpa conversation yang pernah terjadi malam itu dengan tema-tema curhatan yang lain di malam-malam selanjutnya. Sepertinya semua berjalan baik-baik saja. Sepertinya tidak ada yang berubah, selain kata ikhlas yang makin lama makin samar.

Memang tidak banyak yang berubah, selain frekuensi interaksi yang lebih intens antara saya dengan lelaki tadi. Dan saat itu tak pernah terdengar kabar lagi tentang wanita muslimah tadi. Kami jadi merasa lebih dekat. Tapi, ternyata itu ujian. Cobaan. Sungguh ALLAH memberi cobaan kepada hamba-NYA dengan berbagai cara. Saya baru sadar ketika dia mulai dijauhkan lagi olehNYA. Meskipun saya belum tahu pasti, dengan siapa, apa hubungannya, baru menebak-nebak sih. Tapi sempat ada rasa marah. Kesal. Kenapa harus dijauhkan?

Kadang jadi sering diam sendiri.
"Kenapa musti marah? Apa salah dia? Malah sepertinya aku yang salah, aku yang bersikap seolah ingin dijauhi."

Makin lama makin banyak pertanyaan, kenapa begini, kenapa begitu, harusnya kan ini bukan yang itu. Ah, memangnya siapa yang mengharuskan. Tersentak, baru saya tersadar.
"Ada yang aku lupakan. Ada yang mulai kutinggalkan. Mencintai dengan ikhlas. Tanpa tuntutan, tanpa keharusan. Sekali lagi, memangnya siapa yang mengharuskan?"

Terlenakan oleh keadaan, kedekatan, saya jadi lupa bagaimana seharusnya saya mencintainya. Dengan ikhlas, tanpa tuntutan. Cukup mencintai saja.

Berat.

Kembali saya belajar ilmu ikhlas. Kembali mempertegas yang pernah samar. Ikhlas.

Ya ALLAH, kuatkan hamba menjalani cobaanMU. Aamiin.

0 komentar:

Posting Komentar